Kamis, 27 September 2012

tugas kuliah..


PENGARUH INFLASI, TINGKAT SUKU BUNGA, DAN NILAI KURS RUPIAH TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM PERUSAHAAN MIGAS DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

Abstract
            The purpose of this research is investigated and examined the influence of inflation, rate of interest, and kurs toward fluctuation stock price gas and oil company in Indonesian stock exchance at 2008-2010. The Hypotesis in this research is there is influence inflation, rate of interest and kurs toward fluctuation stock price gas and oil company in Indonesian Stock Exchance at 2008-2010 as partial and simultan.
            Data that used in this research is secondary data. Data have been collected from Indonesian Stock Exchance and Indonesian Banking at 2008-2010. The sample in this research is 3 enterprise. The analisys that used is multiple regression, clasic asumption,  .
            The result of t test show that inflation and rate of interst have posotif influence toward fluctuation stock price gas and oil company, kurs have not positif influence toward fluctuation stock price gas and oil company in Indonesian Stock Exchance at 2008-2010. The result of F test show that inflation, interest of rate, and kurs have influence toward fluctuation stock price gas and oil company in Indonesian Stock Exchance at 2008-2010 as simultance.  The  show as 0,27 it means that independent variable can explain 27% for variation of dependent variable, 73% can been explained another variable.
Keyword : inflation, interest of rate, kurs, stock price oil and gas company.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dunia bisnis saat ini telah mengalami perkembangan pesat, persaingan antar industri semakin ketat. Persaingan ini tentunya akan semakin menimbulkan permintaan akan dana yang cukup tinggi, salah satu alasannya adalah untuk menjaga persaingan dengan menggencarkan banyak iklan di berbagai media, baik media cetak, maupun elektronik. Kebutuhan sumber dana yang besar tersebut dapat dipenuhi oleh beberapa perusahaan dengan melakukan go publik atau menjual sahamnya kepada khalayak umum agar setiap orang berkesempatan untuk memiliki saham perusahaan tersebut. Cara ini merupakan salah satu cara yang paling mudah jika dibandingkan dengan harus meminjam dana dari pihak ketiga, karena lebih berisiko.
Pasar modal merupakan sarana bertemunya para pemodal dan para pencari modal. Menurut Sugeng Raharjo(2010), ada tiga tujuan utama diadakannya pasar modal; pertama, mempercepat proses perluasan pengikutsertaan masyarakat dalam pemilikan saham perusahaan. Kedua, pemerataan pendapatan bagi masyarakat, dan ketiga, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penghimpunan dana secara produktif. Karena salah satu syarat agar masyarakat mau melakukan investasi adalah investasi tersebut haruslah aman dan juga transparansi, agar menciptakan kenyamanan kepada investor tersebut. Dalam hal ini perusahaan haruslah melampirkan laporan keuangannya, agar investor bisa memilah dimana kira-kira dia akan menginvestasikan dananya tersebut.
Saat ini kondisi pasar modal di Indonesia sedang mengalami tahap perkembangan, yang tentu saja kondisi ini sangat rawan terhadap kondisi perekonomian yang juga tidak stabil. Sebab jika kita merujuk pada krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, dimana pada saat itu adalah dimana saat perekonomian Indonesia benar-benar runtuh. Akibat kondisi ini, berdampak pada tingginya inflasi, sehingga berdampak pula pada runtuhnya pasar modal di Indonesia. Sebab, inflasi akan berdampak buruk terhadap perkembangan pasar modal. Karena, jika inflasi tinggi, maka masyarakat akan enggan menanamkan dananya di pasar modal, dan cenderung untuk membelanjakan uangnya, atau berinfestasi di sektor yang tanpa risiko, salah satu contohnya adalah deposito. Merujuk dari jurnal Sugeng Raharjo(2010) kondisi pada saat itu terjadi inflasi mencapai 70% dan depresiasi nilai tukar rupiah yang mencapai 500% hingga mengakibatkan seluruh kegiatan perekonomian terganggu. Harga-harga saham di pasar modal turun secara drastis, sehingga investor banyak yang mengalami kerugian. Tentu saja kondisi ini akan mengakibatkan calon investor berpikir ulang untuk menanamkan dananya di pasar modal.
Faktor perubahan harga saham merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kegiatan di pasar modal. Untuk itu, investor harus paham bagaimana menganalisis pergerakan harga saham di pasar modal. Menurut Tegararief Ocki Prakarsa dan Budi Hartono Kusuma(2008) depresiasi rupiah membuat investor pesimis akan kinerja emiten. Kesulitan mengantisipasi fluktuasi rupiah membuat para investor bimbang. Hal tersebut membuat harga saham di pasar modal terus berfluktuasi dengan tajam. Selain itu, fluktuasi kurs yang berpotensi mengakibatkan kerugian dan keuntungan bagi investor asing yang membeli maupun menjual sahamnya dengan menggunakan rupiah. Jika mata uang suatu negara terapresiasi (rupiah menguat) atau terdepresiasi (rupiah melemah) terhadap mata uang asing lainnya, oleh pasar hal itu dapat diinterpretasikan bahwa tingkat perekonomian Negara tersebut baik atau buruk.keadaan ini pada akhirnya akan mempengaruhi permintaan dan penawaran di pasar modal, tepatnya di Bursa Efek Indonesia.
Kurs menunjukkan banyaknya uang dalam negeri yang diperlukan untuk membeli mata uang asing tertentu. Salah satu faktor yang cukup penting dalam mempengaruhi kurs valuta asing adalah kondisi politik di Negara tersebut. Apabila kondisi politik di suatu Negara sedang baik/stabil, maka akan berpengaruh positif terhadap fluktuasi nilai tukar Negara tersebut. Dan sebaliknya, apabila kondisi politik suatu Negara sedang dalam keadaan kurang stabil/kacau, maka akan berpengaruh negative terhadap fluktuasi kurs/nilai tukar Negara tersebut.
Kebijakan Bank Sentral dalam menerapkan kebijakan suku bunga akan berpengaruh kepada niat investor untuk berinvestasi dalam bentuk deposito. Menurut Bank Indonesia(BI), SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai rupiah. Menurut Cahyono (2000:117) terdapat 2 penjelasan mengapa kenaikan suku bunga dapat mendorong harga saham ke bawah. Pertama, kenaikan suku bunga mengubah peta hasil investasi. Kedua, kenaikan suku bunga akan memotong laba perusahaan. Hal ini terjadi dengan dua cara. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban bunga emiten, sehingga labanya bisa terpangkas. Selain itu, ketika suku bunga tinggi, biaya produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih mahal sehingga konsumen mungkin akan menunda pernbeliannya dan menyimpan dananya di bank. Akibatnya penjualan perusahaan menurun. Penurunan penjualan perusahaan dan laba akan menekan harga saham.
Penelitian Rahardjo(2007) mengungkapkan bahwa tingkat suku bunga SBI mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Tetapi menurut penelitian Sugeng Raharjo(2010) mengungkapkan bahwa tingkat suku bunga tidak berpengaruh positif terhadap perubahan harga saham.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sarwono (2003), disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham disebutkan bahwa variabel rate of return on total assets, deviden payout ratio, financial leverage dan tingkat suku bunga merupakan variabel yang mempengaruhi harga saham. Begitu juga dengan hasil penelitian Okty (2002), menyebutkan bahwa suku bunga dan inflasi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap berubahnya harga saham.
                Menurut Ajid Hajiji(2008) Kurs berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik terhadap IHSG sedangkan suku bunga SBI dan inflasi juga berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa investor selama periode penelitian tidak terlalu memperhatikan pergerakan SBI dan inflasi namun cenderung lebih memperhatikan pergerakan Rupiah terhadap Dolar AS.
            Salah satu alasan mengapa penulis memilih objek penelitian pada perusahaan Migas yang lising di Bursa Efek Indonesia adalah karena isu yang menguat pada saat krisis ekonomi global tahun 2008 terjadi. Dimana pada saat itu sedang terjadi penurunan harga minyak mentah dunia. Pemerintah bahkan sempat menurunkan harga BBM bersubsidi, kebijakan ini diambil pemerintah sebagai salah satu upaya dalm menanggapi kritik yang dilakukan masyarakat terkait telah turunnya harga minyak mentah dunia. Rencana tersebut akhirnya dijalankan oleh pemerintah akibat desakan yang terjadi terus menerus oleh masyarakat. Atas dasar itulah kemudian muncul keinginan dari penulis untuk melihat apa sebenarnya yang terjadi terhadap perusahaan Migas di Indonesia, bagaimana kegiatan mereka di pasar modal, serta apakah aspek ekonomi makro mempengaruhi perubahan harga saham perusahaan tersebut.


1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil penjelasan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah ada pengaruh antara inflasi terhadap perubahan harga saham perusahaan Migas di Bursa Efek Indonesia?      
2.      Apakah ada pengaruh antara nilai kurs rupiah terhadap perubahan harga saham perusahaan Migas di Bursa Efek Indonesia?
3.      Apakah ada pengaruh antara tingkat suku bunga terhadap perubahan harga saham perusahaan Migas di Bursa Efek Indonesia?
4.      Apakah ada pengaruh antara inflasi, nilai tukar rupiah, dan tingkat suku bunga terhadap perubahan harga  saham perusahaan Migas di Bursa Efek Indonesia?






1.3  Tujuan Penelitian
      Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara inflasi terhadap perubahan harga saham perusahaan Migas di Bursa Efek Indonesia?
2.      Untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara kurs rupiah terhadap perubahan harga saham perusahaan Migas di Bursa Efek Indonesia?
3.      Untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara tingkat suku bunga terhadap perubahan harga saham perusahaan Migas di Bursa Efek Indonesia?
4.      Untuk mengetahui pengaruh antara inflasi, kurs rupiah, dan tingkat suku bunga terhadap perubahan harga saham perusahaan Migas di Bursa Efek Indonesia?

1.4  Manfaat Penelitian
      Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Manfaat Teoritis
a.       Sebagai bahan kajian secara konseptual/teori terhadap perubahan harga saham.
b.       Sebagai dasar unutuk melakukan penelitian selanjutnya bagi para peneliti yang tertarik kepada pergerakan harga saham.

2.      Manfaat Praktis
a.       Memberikan pengetahuan tambahan terhadap penulis maupun pembaca lainnya terhadap berbagai macam permasalahan khususnya mengenai pergerakan harga saham.
b.      Memperoleh pengetahuan bagi kalangan atau orang yang berniat untuk bekerja di pasar modal terhadap hasil penelitian ini.
c.       Memberikan informasi kepada investor terhadap perubahan harga saham, sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan investasi di pasar modal.
d.      Memberikan manfaat kepada pimpinan perusahaan dalam mengambil kebijakan, terutama yang berkaitan dengan pasar modal.

BAB II
DASAR TEORITIS

2.1 Inflasi
Menurut wikipedia, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilahinflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Menurut Bodie dan Marcus (2001:331) inflasi merupakan suatu nilai dimana tingkat harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan. Inflasi adalah salah satu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan akan naiknya harga-harga barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan nilai uang. Penyebab utama dan satu-satunya yang
memungkinkan gejala ini muncul menurut Teori Kuantitas mengenai uang pada mazhab klasik adalah terjadinya kelebihan uang yang beredar sebagai akibat penambahan jumlah uang di masyarakat.
Menurut Keynes dalam The General Theory of Employment, Interest and Money, dinyatakan bahwa inflasi disebabkan oleh gap antara kemampuan ekonomi masyarakat terhadap keinginan-keinginannya terhadap barang-barang (Shapiro, 2002). Yang dimaksud dengan gap disini adalah permintaan masyarakat terhadap barang-barang lebih besar daripada jumlah yang tersedia sehingga terjadi kenaikan harga, yang kemudian dikenal dengan istilah inflationary gap.
Menurut Winardi (1995 : 235) pengertian inflasi adalah suatu kenaikan relatif dalam tingkat harga umum (Sarwoko, 2005). Inflasi dapat timbul bila jumlah uang atau uang deposito dalam peredaran banyak, dibandingkan dengan jumlah barang-barang atau jasa yang ditawarkan atau bila karena hilangnya kepercayaan terhadap mata uang nasional, terdapat gejala yang meluas untuk menukar dengan barang-barang.
Menurut Ridwan dan Barlian (2003), Inflasi adalah suatu kondisi ketika tingkat harga meningkat secara terus menerus dan mempengaruhi Individu, dunia usaha dan pemerintah. Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara terus menerus. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga artinya tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus menerus dan saling mempengaruhi.. Dari segi fiskal, pemerintah menerapkan kenaikan prosentase pungutan pajak, mengadakan pinjaman sukarela atau pinjaman paksa,memotong uang, membekukan sebagian atau seluruhnya simpanan-simpanan (deposito) pihak-pihak partikulir (bukan punya pemerintah) yang ada dalam bank-bank, serta penurunan pengeluaran pemerintah.
2.1.1 jenis Inflasi
Ada berbagai jenis  inflasi, seperti :
Menurut Kusnadi (1997 : 227) jenis inflasi berdasarkan atas parah tidaknya inflasi tersebut dibedakan menjadi empat macam (Sarwoko, 2005), yaitu:
• Inflasi tingkat ringan yaitu jika tingkat inflasi dibawah 10 persen setahun
• Inflasi tingkat sedang yaitu jika tingkat inflasi diatas 10 persen sampai 30 persen setahun
• Inflasi tingkat berat yaitu jika tingkat inflasi diatas 30 persen akan tetapi masih dibawah 100 persen.
• Inflasi tingkat sangat parah, inflasi yang terakhir ini dikenal pula dengan nama hiperinflasi, yaitu jika tingkat inflasi diatas 100 persen.
Jenis inflasi atas dasar perbedaan kualitatif, yaitu penggolongan yang didasarkan pada perbedaan keadaan. Dalam hal ini inflasi dibagi dalam tiga tahap (Samuelson dan Nordhaus, 1998 : 299), yaitu :
• Inflasi moderat
Bentuk inflasi ini terjadi ketika harga-harga meningkat dengan perlahan-lahan.
Kita dapat mengatakan inflasi ini bersifat moderat apabila angkanya masih di bawah 10 persen setahun atau inflasi satu angka atau satu digit. Dalam situasi inflasi moderat harga barang-barang relatif tidak akan bergerak jauh menyimpang. Orang tidak akan terlalu banyak berpikir dalam menggunakan uangnya, karena tingkat suku bunga riil tidak terlalu rendah. Apabila laju inflasi rendah, maka uang yang biasanya berbunga nominal hampir mendekati nol, maksimal menghasilkan suku bunga riil sedikit negatif. Selain itu harapan yang timbul dari masyarakat relatif stabil. Orang tidak khawatir dalam membuat transaksi dengan nilai nominal.
• Inflasi menengah (Galloping Inflation)
Bentuk inflasi ini terjadi jika harga-harga mulai melonjak 20, 100 atau 200 persen setahun artinya inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar (biasanya double digit atau triple digit), inflasi ini sering disebut dengan inflasi dua / tiga angka / digit. Begitu inflasi ganas mulai mengakar, maka gangguan ekonomi yang gawat mulai bermunculan. Pada umumnya sebagian besar kontrak-kontrak transaksi dikaitkan dengan indeks harga atau mata uang asing, dolar misalnya, uang kehilangan nilainya begitu cepat, dimana uang memperoleh suku bunga riilnya sebesar negatif 50 atau 100 persen setahun, karena itu orang tidak mau lagi meyimpan uang lebih dari jumlah minimum yang dibutuhkannya. Pasar uang akan semakin buruk dana dana biasanya dialokasikan lebih dengan cara penjatahan daripada perhitungan suku bunga.Orang-orang berlomba-lomba dalam menimbun barang, membeli rumah, tanah, dan tidak akan pernah meminjamkan uang dengan suku bunga yang biasa.
• Hiperinflasi
Bentuk inflasi ketiga yang sangat mematikan disebut dengan hiperinflasi.
Adapun ciri-ciri dari hiperinflasi adalah : adanya kecepatan perputaran uang (yaitu
betapa cepat uang dibelanjakan begitu diterima ) meningkat sangat besar,
misalnya uang akan berputar lebih dari 30 kali lebih cepat dari awal periode. Dan
harga-harga relatif sangat tidak stabil, biasanya upah riil seseorang hanya berubah
satu persen atau bahkan kurang dari bulan ke bulan.
Jenis inflasi menurut sebabnya :
• Demand pull inflation
Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total. Kenaikan permintan total akan menaikkan harga dan hasil produksi.
• Cost push inflation
Biasanya ditandai dengan kenaikan harga dan penurunan produksi. Keadaan ini timbul biasanya dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi pada gilirannya akan menaikkan harga dan turunnya produksi. Kalau proses ini berjalan terus-menerus timbullah cost push inflation.
Inflasi dan suku bunga mempunyai hubungan timbal balik. Suku bunga tinggi akan mengakibatkan kenaikan bunga pinjaman kredit bank yang dibutuhkan oleh peminjam dana meningkat sehingga ongkos produksi akan meningkat dan berujung pada harga jual produk yang meningkat pula. Inflasi yang meningkat mengakibatkan suku bunga juga meningkat, sebab jika terjadi inflasi maka setiap investor akan meminta imbal hasil minimum yang telah mampu mengganti besarnya inflasi.

2.2 Nilai Tukar
            Definisi niilai tukar atau kurs (foreign exchange rate) antara lain dikemukakan oleh Abimanyu4 adalah harga mata uang suatu negara relative terhadap mata uang negara lain. Karena nilai tukar ini mencakup dua mata uang, maka titik keseimbangannya ditentukan oleh sisi penawaran dan permintaan dari kedua mata uang tersebut.
Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya (Salvatore 1997:9). Menurut Peraturan Mentri Keuangan No 114/PMK.04/2007 Pasal 1 yang dimaksud dengan nilai tukar adalah“Harga mata uang rupiah terhadap mata uang asing.”Menurut Imamul Arifin, Gina Hadi W (2009:82)  nilai tukar adalah“Harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya.”Menurut M. Faisal (2001:20) nilai tukar (kurs) adalah :“Harga suatu mata uang (yang diekspresikan) terhadap mata uang lainnya.”Menurut Shapiro (1999:38) pengetian kurs adalah:“Exchange rates are market clering prices that equilibrate supplies and demands in foreign exchange market”.
            Gregory Mankiw (2003: 123) menge -mukakan bahwa kurs (exchange rate) antara dua Negara adalah tingkat hargayang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Sedangkan Tucker (1995:445) menyatakan bahwa: “the exchange rate is the number of units one nation’scurrency that equals one unit of another nation’s currency,” Kalau kita bicara tentang nilai tukar rupiah atas dolar adalah jumlah mata uang rupiah yang disepakati sama dengan satu unit mata uang asing yaitu satu dolar.
                     
2.3. Suku Bunga
Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman.
 Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur.




2.3.1 Fungsi suku bunga
Adapun fungsi suku bunga menurut Sunariyah (2004:81) adalah :
a. Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan.
b. Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.
c. Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.
Suku bunga itu sendiri ditentukan oleh dua kekuatan, yaitu : penawaran tabungan dan permintaan investasi modal (terutama dari sektor bisnis). Tabungan adalah selisih antara pendapatan dan konsumsi. Bunga pada dasarnya berperan sebagai pendorong utama agar masyarakat bersedia menabung. Jumlah tabungan akan ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Semakin tinggi suku bunga, akan semakin tinggi pula minat masyarakat untuk menabung, dan sebaliknya.Tinggi rendahnya penawaran dana investasi ditentukan oleh tinggi rendahnya suku bunga tabungan masyarakat.
Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 471) suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu.
Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 99-100) suku bunga dapat dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Dimana suku bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan jumlah uang yang dipinjam. Sedang suku bunga riil lebih menekankan pada rasio daya beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju
 inflasi. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998) suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan atas penggunaan sejumlah uang.
            Menurut Nopirin (1992:176) fungsi tingkat bunga dalam perekonomian yaitu alokasi faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang dipakai sekarang dan di kemudian hari.
Menurut Ramirez dan Khan (1999) ada dua jenis faktor yang menentukan nilai suku bunga, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, jumlah uang beredar, dan inflasi. Sedang faktor eksternal merupakan suku bunga luar negeri dan tingkat perubahan nilai valuta asing yang diduga.
            Menurut Prasetiantono (2000) mengenai suku bunga adalah : jika suku bunga tinggi, otomatis orang akan lebih suka menyimpan dananya di bank karena ia dapat mengharapkan pengembalian yang menguntungkan. Dan pada posisi ini, permintaan masyarakat untuk memegang uang tunai menjadi lebih rendah karena mereka sibuk mengalokasikannya ke dalam bentuk portfolio perbankan (deposito dan tabungan). Seiring dengan berkurangnya jumlah uang beredar, gairah belanja pun menurun. Selanjutnya harga barang dan jasa umum akan cenderung stagnan, atau tidak terjadi dorongan inflasi. Sebaliknya jika suku bunga rendah, masyarakat cenderung tidak tertarik lagi untuk menyimpan uangnya di bank.
Beberapa aspek yang dapat menjelaskan fenomena tingginya suku bunga di Indonesia adalah tingginya suku bunga terkait dengan kinerja sektor perbankan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi (perantara), kebiasaan masyarakat untuk bergaul dan memanfaatkan berbagai jasa bank secara relatif masih belum cukup tinggi, dan sulit untuk menurunkan suku bunga perbankan bila laju inflasi selau tinggi ( Prasetiantono, 2000 : 99-101)
Tingkat suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Suku bunga nominal adalah suku bunga atas uang dalam ukuran uang.
2. Suku bunga riil karena inflasi dan dihitung sebagai suku bunga nominal dikurangi timgkat inflasi.
Pada saat periode inflasi, kita harus menggunakan suku bunga riil, bukan suku bunga nominal, untuk menghitung hasil investasi dalam ukuran barang-barang yang didapat per tahun atas barang yang diinvestasikan.

2.4. Harga Saham
            Pengertian harga saham menurut H.M Jogiyanto ( 2000:8 ), adalah :“Harga saham yang terjadi dipasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan dipasar modal.”Menurut Agus Sartono ( 2001:9 ), harga saham terbentuk dipasar modal dan ditentukan oleh beberapa factor seperti laba per lembar saham atau earning per share, rasio laba terhadap harga per lembar saham atau price earning ratio, tingkat bunga bebas resiko yang diukur dari tingkat bunga deposito pemerintah dan tingkat kepastian operasi perusahaan.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa harga saham akan terbentuk dari adanya transaksi yang terjadi di pasar modal yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan dengan dipengaruhi oleh beberapa factor.

Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang berhak atas aktiva perusahaan dan bertanggung jawab atas hutang – hutang perusahaan. Saham yang telah beredar di masyarakat dapat berpindah tangan melalui pasar sekunder, pasar sekunder di Indonesia adalah Bursa Efek Jakarta ( BEJ ) Dan Bursa Efek Surabaya ( BES ).

Kekuatan pasar dapat menjadi tombak dalam penentuan nilai perusahaan, dimana jika pasar menilai bahwa perusahaan penerbit saham dalam kondisi baik, maka biasanya harga saham perusahaan akan naik. Demikian pula sebaliknya, jika perusahaan dinilai rendah oleh pasar maka harga saham perusahaan dinilai rendah oleh pasar sehingga akan berdampak pula pada harga saham perusahaan yang akan ikut menurun bahkan bias lebih rendah dari harga di pasar perdana. Dengan demikian, kekuatan tawar menawar di pasar sekunder antara investor yang satu dengan investor yang lain sangat menentukan harga saham perusahaan.






2.4.1 Jenis Harga Saham
Menurut Sawidji Widoatmojo (1996;46) harga saham dapat dibedakan menjadi 3 (tiga):
a. Harga Nominal
Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oieh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besaraya harga nominal membenkan arti penting saham karena deviden minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal.
b. Harga Perdana
Harga ini merapakan pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek.Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya imtuk menentukan harga perdana.
c. Harga pasar
Kalau harga perdana merapakan harga jual dari perjanjian emisi kepada investor, maka harga pasar adalah harga jual dari irwestor yang satu dengan investor yang lam. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa. Transaksi disini tidak lagi melibatkan emiten daii penjamin emisi harga ini yang disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benar-benar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi di pasar sekunder, kecil sekali terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan di surat kabar atau media lain adalah harga pasar.
2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Harga Saham
Menurut Weston dan Brigham ( 2001:26 ), factor-faktor yang mempengaruhi harga saham adalah :
1. Laba per lembar saham (Earning Per Share/EPS)
Seorang investor yang melakukan investasi pada perusahaan akan menerima laba atas saham yang dimilikinya. Semakin tinggi laba per lembar saham (EPS) yang diberikan perusahaan akan memberikan pengembalian yang cukup baik. Ini akan mendorong investor untuk melakukan investasi yang lebih besar lagi sehingga harga saham perusahaan akan meningkat.
2. Tingkat Bunga
Tingkat bunga dapat mempengaruhi harga saham dengan cara :
a. Mempengaruhi persaingan di pasar modal antara saham dengan obligasi, apabila suku bunga naik maka investor akan menjual sahamnya untuk ditukarkan dengan obligasi. Hal ini akan menurunkan harga saham. Hal sebaliknya juga akan terjadi apbila tingkat bunga mengalami penurunan.
b. Mempengaruhi laba perusahaan, hal ini terjadi karena bunga adalah biaya, semakin tinggi suku bunga maka semakin rendah laba perusahaan. Suku bunga juga mempengaruhi kegiatan ekonomi yang juga akan mempengaruhi laba perusahaan.
3. Jumlah Kas Deviden yang Diberikan
Kebijakan pembagian deviden dapt dibagi menjadi dua, yaitu sebagian dibagikan dalam bentuk deviden dan sebagian lagi disisihkan sebagai laba ditahan. Sebagai salah satu factor yang mempengaruhi harga saham, maka peningkatan pembagian deviden merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan dari pemegang saham karena jumlah kas deviden yang besar adalah yang diinginkan oleh investor sehingga harga saham naik.
4. Jumlah laba yang didapat perusahaan
Pada umumnya, investor melakukan investasi pada perusahaan yang mempunyai profit yang cukup baik karena menunjukan prospek yang cerah sehingga investor tertarik untuk berinvestasi, yang nantinya akan mempengaruhi harga saham perusahaan.

5. Tingkat Resiko dan Pengembalian
Apabila tingkat resiko dan proyeksi laba yang diharapkan perusahaan meningkat maka akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Biasanya semakin tinggi resiko maka semakin tinggi pula tingkat pengembalian saham yang diterima.
Sedangkan menurut Alwi (2003, 87), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham atau indeks harga saham, antara lain:
1. Faktor Internal (Lingkungan mikro)
- Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan seperti pengiklanan, rincian kontrak, perubahan harga, penarikan produk baru, laporan produksi, laporan keamanan produk, dan laporan penjualan.
- Pengumuman pendanaan (financing announcements), seperti pengumuman yang berhubungan dengan ekuitas dan hutang.
- Pengumuman badan direksi manajemen (management-board of director announcements) seperti perubahan dan pergantian direktur, manajemen, dan struktur organisasi.
- Pengumuman pengambilalihan diversifikasi, seperti laporan merger, investasi ekuitas, laporan take over oleh pengakuisisian dan diakuisisi, laporan divestasi dan lainnya.
- Pengumuman investasi (investment annuncements), seperti melakukan ekspansi pabrik, pengembangan riset dan, penutupan usaha lainnya..
- Pengumuman ketenagakerjaan (labour announcements), seperti negoisasi baru, kontrak baru, pemogokan dan lainnya.
- Pengumuman laporan keuangan perusahaan, seperti peramalan laba sebelum akhir tahun fiskal dan setelah akhir tahun fiskal, earning per share (EPS) dan dividen per share (DPS), price earning ratio, net profit margin, return on assets (ROA), dan lain-lain.
2. Faktor eksternal (Lingkungan makro)
Diantaranya antara lain :
- Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga tabungan dan deposito, kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
- Pengumuman hukum (legal announcements), seperti tuntutan karyawan terhadap perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan terhadap manajernya.
- Pengumuman industri sekuritas (securities announcements), seperti laporan pertemuan tahunan, insider trading, volume atau harga saham perdagangan, pembatasan/penundaaan trading.
- Gejolak politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga merupakan faktor yang berpengaruh signifikan pada terjadinya pergerakan harga saham di bursa efek suatu negara.
- Berbagai isu baik dari dalam negeri dan luar negeri.

2.5 Kerangka Pemikiran
                      Berdasarkan uraian di atas, maka pengaruh dari varibel penelitian dapat digambarkan pada model seperti dibawah ini:
Harga Saham Perusahaan Migas
 
Inflasi
 
                     
Suku Bunga
 
Kurs Rupiah
 


Keterangan :
Variabel independen (X) terdiri dari : inflasi(X1), kurs rupiah(X2), dan suku bunga(X3).
Variabel dependen (Y) terdiri dari     : harga saham
2.6 Hipotesis Penelitian
                      Hipotesis adalah sebuah dugaan sementara yang akan dibuktikan kebenarannya (Hadi,219). Berdasarkan uraian yang dipaparkan didepan maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. H11            : Ada pengaruh antara tingkat inflasi terhadap perubahan harga saham perusahaan Migas di Bursa Efek Indonesia.
   H01                 : Tidak ada pengaruh antara nilai kurs rupiah terhadap perubahan harga saham perusahaan Migas di Bursa Efek Indonesia.
2. H12               : Ada pengaruh antara nilai kurs rupiah terhadap perubahan harga saham perusahaan Migas di Bursa Efek Indonesia.
    H02            : Tidak ada pengaruh antara nilai kurs rupiah terhadap perubahan harga saham perusahaan Migas di Bursa Efek Indonesia.
3. H13            : Ada pengaruh antara tingkat suku bunga terhadap perubahan harga saham perusahahaan Migas di Bursa Efek Indonesia.
   H03             : Tidak ada pengaruh antara tingkat suku bunga terhadap perubahan harga saham perusahaan Migas di Bursa Efek Indonesia.

                                                                   




BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
            Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data tersebut berupa data tingkat inflasi, kurs rupiah, serta tingkat suku bunga periode tahun 2009-2011 yang diperoleh hasil dari publikasi website Bank Indonesia. Peneliti menggunakan data pada periode tahun tersebut, karena pada periode ini terjadi fluktuasi harga minyak mentah dunia, yang diakibatkan oleh kondisi politik negara-negara di kawasan Timur Tengah yang tidak stabil. Sehingga kemudian terjadi krisis energi di Indonesia, terutama BBM dan berpengaruh terhadap perubahan harga saham perusahaan Migas yang lising di BEI.
3.2 Defenisi Operasional Variabel
            Penelitian ini menggunakan satu variabel dependent dan tiga variabel independent. Definisi masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah indeks harga yang merupakan gabungan harga semua saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), pengukuran yang dilakukan adalah dengan satuan poin.
2.      Tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia(SBI)
Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah tingkat suku bunga yang ditentukan oleh Bank Indonesia atas penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Suku bunga penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang digunakan adalah suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 1 bulan. Pengukuran yang digunakan adalah satuan persen.
3.      Inflasi
Inflasi adalah tingkat kenaikan harga barang secara umum yang terjadi terus menerus. Tingkat inflasi yang digunakan adalah tingkat inflasi yang diperoleh dari Indeks Harga Konsumen (IHK). Pengukuran yang digunakan adalah dalam satuan persen.
4.      Kurs Dollar Amerika
Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar yang digunakan adalah kurs Dollar Amerika terhadap Rupiah yang dihitung berdasarkan kurs tengah yang dihitung berdasarkan kurs jual dan kurs beli diatur oleh Bank Indonesia.

3.3 Populasi dan Prosedur Penentuan Sampel
            Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan Migas yang beroperasi di Indonesia yang sahamnya sudah lising di Bursa Efek Indonesia. Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah metode (purposive) judgement sampling yaitu dimana perusahaan dengan kriteria tertentu sejumlah 3 perusahaan. Populasi seluruhnya ada 6 perusahaan Migas yang sahamnya dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia.

3.4 Variabel Penelitian
            Variabel adalah gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian (Arikunto, 1998:III). Sedangkan variabel adalah suatu kuantitas homogen yang nilainya dapat berubah pada setiap waktu yang berbeda, variabel dalam penelitian ini meliputi:
a.       Independent Variabel / Variabel Bebas (X), berupa:
X1 : Inflasi, merupakan tingkat inflasi yang terjadi pada penutupan tahun. Data inflasi  merupakan data dari BPS, atau Bank Indonesia.
X2 : Nilai tuka rupiah terhadap US$, merupakan nilai tukar rupiah yang terjadi pada penutupan tahun. Data ini diperoleh dari Bank Indonesia.
X3 : Suku bunga sertifikat bank Indonesia, merupakan suku bunga sertifikat bank Indonesia yang terjadi pada periode penelitian. Data ini diperoleh dari bank Indonesia.
b.      Dependent Variabel / Variabel Terikat.
Dalam penelitian ini variabel terikat yaitu harga saham perusahaan Migas, yang merupakan data penutupan pada hari aktif kerja.

3.5 Teknik Analisis Data
            Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model regresi linier berganda dengan formulasi sebagai berikut:

Y = @ + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e
Dimana : Y =  Harga perubahan saham perusahaan Migas
               @ = konstanta
          β1-β3 = koefisien regresi
               X1 = Tingkat Inflasi
              X2 = Kurs Rupiah
              X3 = Tingkat Suku Bunga
              e = complement



3.6 Tahapan Analisis Data
3.6.1 Uji Hipotesis
1). Uji Significancy F
            uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent secara simultan dengan hipotesis. Dengan ketentuan, apabila : Sig. F > @ 0,05: Ho diterima, kemudian jika Sig. F < @ 0,05 : maka H1 diterima.
2). Uji Significancy t.
            Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent secara parsial dengan hipotesis. Dengan ketentuan, apabila : Sig.t > @ 0,05 : Ho diterima, kemudian jika Sig.t < @ 0,05 : H1 diterima.
3). Uji Koefisien Determinasi
            Dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda, maka masing-masing variabel independent yaitu inflasi, tingkat suku bunga, dan kurs secara parsial dan secara simultan mempengaruhi variabel dependent yaitu harga saham perusahaan migas (Y), yang dinyatakan dengan  untuk menyatakan koefisien determinasi atau seberapa besar pengaruh inflasi, tingkat suku bunga, dan kurs terhadap harga saham perusahaan migas (Y). Sedangkan  untuk menyatakan koefisien determinasi parsial variabel independent terhadap variabel dependent.
3.6.2 Uji Asumsi Klasik
            Pengujian asumsi klasik ini bermaksud untuk memastikan bahwa model yang diperoleh benar-benar memenuhi asumsi dasar dalam analisis regresi yang meliputi asumsi : tidak terjadi mltikolinearitas, tidak terjadi autokorelasi, dan tidak terjadi heteroskedastisitas.
1).  Uji Multikolinearitas
            Pengujian terhadap ada tidaknya multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan metode VIF (Variance Inflation Factor).(Gujarati, 1995:339). Pemenuhan terhadap asumsi nonmultikolinearitas dilakukan dengan kriteria nilai VIF < 10 dan Nilai Tolerance mendekati 1 (Santoso, 2002 : 206).
2). Uji Autokorelasi
            Pendeteksian Autokorelasi menurut Santoso (2002) dapat dilihat pada angka D-W (Dublin-Watson) dengan kriteria : Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif Angka D-W diantaran-2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.



3). Uji Heterokedastisitas
            Uji gejala heterokedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Glejser dengan langkah sebagai berikut:
a). Mencari nilai unstandarized residual variabel dependent dan kemudian mengabsolutkannya .
b). Nilai absolute tersebut kemudian diregresi kembali terhadap variabel independent.
c). Dari hasil regresi yang didapatkan dilihat significant t-nya. Apabila tidak ada yang significant maka dapat disimpulkan tidak terjadi gejala heterokedatisitas.
4). Uji Normalitas
            Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel residual memiliki distribusi normal. Uji t dan F adalah mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilarang, maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada 2 cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Imam Ghozali,2005).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Uji Regresi
a.Analisis Regresi Linier Berganda

Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
-2689.034
3013.692

-.892
.374
inflasi
58.529
48.260
.136
1.213
.228
Bi_rate
.411
.320
.132
1.281
.203
kurs
41.746
153.423
.030
.272
.786
a. Dependent Variable: y




Berdasarkan hasil analisa regresi linier dari tabel di atas maka dapat diketahui:
Persamaan regresi dari perhitungan tabel di atas adalah sebagai berikut:
Y =  -2689,034 + 58,529X1 + 411X2 + 41,746X3 +

b.Uji Significancy F
Uji F digunakan untuk menguji signifikan pengaruh variabel Inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan suku bunga terhadap harga saham secara bersama-sama. Hasil selengkapnya uji F dengan program SPSS nampak seperti pada tabel berikut:
ANOVAb
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
5814953.087
3
1938317.696
.957
.416a
Residual
2.108E8
104
2026455.882


Total
2.166E8
107



a. Predictors: (Constant), x3, x2, x1








Nilai F hitung yang diperoleh dari perhitungan dengan komputer sebesar 957 dengan tingkat signifikan sebesar 0,416 berarti dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
c.Uji Significancy t
Uji t merupakan pengujian signifikasi pengaruh variabel inflasi, nilai tukar dan suku bunga terhadap harga saham pada perusahaan Migas di BEI secara parsial. Berdasarkan uji regresi yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berikut:
a.       Tingkat inflasi mempunyai nilai signifikansi tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 yaitu 0,228 berarti H01 berhasil ditolak. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa inflasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap harga saham perusahaan Migas.
b.      Suku bunga SBI mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 yaitu 0,203 berarti H02  berhasil ditolak. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap perubahan harga saham perusahaan Migas.
c.       Nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,786 > 0,05 berarti H03 berhasil diterima. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika tidak berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap harga saham perusahaan migas.




d. Uji Koefisien Determinasi ()
model
R
R square
1
0,164
0,27
     Perhitungan   pada tabel tersebut sebesar 0,27 berarti diketahui bahwa pengaruh yang diberikan oleh variabel independent terhadap variabel dependent sebesar 27%, sedangkan sisanya (100% - 27% )= 73% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar variabel independent.

2.  Uji Asumsi Klasik
            a. Uji Multikolinearitas
                        Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui bahwa variabel independent terbebas dari gejala multikolinearitas. Hasil dari uji ini dapat dilihat dari angka VIF. Angka VIF ketiga variabel tersebut nampak sebagai berikut:
Nama Variabel
Angka VIF
Inflasi
1.334
Bi_Rate
1.131
Kurs
1.274
            Hasil uji multikolinearitas seperti nampak pada tabel di atas menunjukkan bahwa angka VIF untuk ketiga variabel tersebut dibawah 10, hal ini berarti tidak terdapat multikolinearitas.
            b. Uji Heteroskedastisitas
Nama Variabel
Nilai sig
Sig
Inflasi
0,228
0,05
Bi_Rate
0,203
0,05
Kurs
0,786
0,05
            Hasil uji heteroskedastisitas yang telah dilakukan nampak seperti pada tabel di atas yang menunujukkan bahwa ketiga variabel tersebut mempunyai nilai signifikansi di atas 0,05. Hal ini berarti tidak signifikan sehingga dinyatakan tidak terdapat heterokedastisitas.





c. Uji Normalitas
           
            Hasil pengujian normalitas seperti yang tampak pada grafik di atas menunjukkan data yang menyebar disekitar garis diagonal atau garis histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

d. Uji Autokorelasi
            Pengujian autokorelasi dimaksudkan untuk menguji apakah terjadi korelasi antar variabel independent. Melihat ada tidaknya autokorelasi digunakan angka Durbin Watson (DW).





DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri dkk.1998. Perangkat Analisis dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia. Jakarta: P.T Bursa Efek Jakarta.
Ajayi, R.A dan M. Magoue. 1996. On the Dynamic Relation Between Stock Price and Exchance Rate. Journal of Finance Researce. 19:193-207.
Algifari.2000. Analisis Statistik Untuk Bisnis dengan Regresi, Korelasi, dan Non Parametrik. Edisi Pertama. Yogya: STIE YKPN.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rieneka Cipta
Boediono, 1994. Ekonomi Makro. Penerbit BPFE. Yogyakarta.
Djarwanto. Ps. 1999. Pokok-Pokok Analisa Laporan Keuangan, Yogyakarta: BPFE.
Fabozzi, Frank J. 1995. Investment Management. Prentice Hall Inc. New Jersey.
Elefn, 2005, Indonesia Capital Market Directory 2004, Jakarta: The Jakarta Stock Exchance.
Gupta, Jyoti P. Alain Chevalier and Fran Sayekt.2000. The Causality Between Interest Rate, Exchance Rate and Stock Price in Emerging Market: The Case of The Jakarta Stock Exchance. Working Paper Series. EFMA 2000. Athens.
Hasan, M. Iqbal. 2003. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif). Jakarta: Bumi Aksara.
Harahap, Syafri Sofyan. 2002. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Husnan, Suad. 2001. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Yogyakarta: UPP AMP YKAPN.
Kuncoro, Mudrajad. 2001. Manajemen Keuangan Internasional, Yogya: BPFE.
Mankiw, Gregory, 2003, Teori Ekonomi Makro, Alih Bahasa Imam Nurmawan, Edisi Kelima, Jakarta Erlangga.
Munawir. 1995. Analisis Laporan Keuangan, Yogyakarta: Liberty
Nopirin. 1992. Ekonomi Moneter Buku I. Yogyakarta:BPFE
---------. 2000. Ekonomi Moneter Buku II. Yogyakarta: BPFE.
Santoso, Singgih dan Flandy Tjiptono. 2004. Riset Pemasaran: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT. Elex Media Komputer.
Sudjana. 2001. Metode Statistika, Bandung: Tarsito.